Kegelisahan Menyiapkan Budaya Tandingan


Fenomena gelombang besar budaya luar (asing) tergolong mengejutkan, karena tadinya dikemas dari jalur perdagangan. Namun kemudian berubah menjadi kekuatan politik suatu negara asing yang kuat dalam pengaruhnya. Fenomena tersebut dapat dogolongkan juga lebih tajam arusnya lewat media elektronik (Televisi, radio, kaset, film dan internet) maupun media cetak (majalah dan koran) dengan rutinitas mengarahkan gaya hidup mereka pada kita. Akhirnya kemampuan adaptasi kita yang mungkin rendah, sehingga dari dulu kita belum sempat membuat persiapan budaya tandingan untuk mengatasi tantangan kegelisahan cultural masyarakat yang ada di desa-desa yang pada umumnya relatif homogen. Namun, bukan berarti kita menjadi orang yang hidup secara mengecilkan diri dan mengekang diri tanpa melihat kenyataan hidup kekinian, artinya menurut kajian filsafatnya, sikap kita bukan berani mengalah untuk menang melainkan adanya usaha untuk menang dalam pertarungan hidup yang serba keras dan tegang seolah-olah kita siap dengan semua bentuk persaingan. Sedangkan kenyataan yang ada sekarang, generasi muda kita ternyata sangat materialistik. Seperti pepatah yang berbunyi “ kita punya raga tapi tidak punya sukma” , artinya seperti mayat yang mudah sekali diatur, disetir dan dibungkus oleh pakaian budaya orang yang menguasai mayat tersebut.
Kondisi yang ada sekarang ini generasi kita dicekoki cara berfikir dan gaya hidup orang luar tanpa dibentengi dengan kearifan yang bernilai baik. Kita perlu membentengi jalan budaya untuk dikuasai. Kita perlu menghidupkan budaya perlawanan untuk mengurangi masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan kearifan, karena kita tidak ingin menjadi saya adalah saya, melainkan saya adalah orang Indonesia dan saya adalah orang yang beragama. Sudah banyak “Pak turut” di lingkungan kita. Bukan berarti kita tidak boleh meniru yang baik dan benar serta membuat kemajuan tetapi kita mesti mempunyai nilai-nilai yang bukan hanya sebatas meniru, kita juga bisa tambahi dan temukan sesuatu yang baru. Artinya budaya luar perlu dibatasi dengan kepositifan dan kesesuaian kearifan dengan dikombinasikan, selanjutnya mengembangkan budaya baru yang modern dan berbasis kesalehan kualitas sumber daya manusianya.
Beberapa waktu yang lalu penulis menyimak disalah satu acara TV swasta, yang membahas topik perkembangan peradaban zaman. Kita ketahui, bahwa gelombang pertama peradaban zaman kita adalah agraris yang masih ada di daerah-daerah tertinggal dan saat ini sedang berhadapan dengan peradaban industri yang dipandang oleh masyarakat kita merupakan hal yang menakjubkan, sehingga tidak mau mengakui bahwa hal tersebut jauh dari jangkauan daya nalar mereka. Disisi lain , saat ini masyarakat di perkotaan sedang digelisahkan oleh datangnya peradaban informatika yang serba berbau kecanggihan penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Tantangan demi tantangan dengan resiko yang mesti kita hadapi yakni, jika ketinggalan kita akan terlindas roda zaman yang berputar dengan cepat. Belum lagi di masa depan dan kitapun akan dibuat gelisah sehingga harus siap dengan peradaban yang dinamakan gelombang keempat yakni abad kreativitas.
Benturan peradaban inipun nyata, dimana terdapat ancaman yang akan menimbulkan berbagai macam masalah sosial di lingkungan sekitar kita. Salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk membebaskan kita agar dapat beradaptasi adalah pendidikan. Namun dapat dibayangkan biaya pendidikan yang kita ketahui sangatlah membutuhkan biaya yang mahal. Betapapun jalan ini menjadi salah satu harapan untuk mempersiapkan SDM yang canggih sekaligus tangguh berhadapan dengan tuntutan perubahan zaman tersebut. Selanjutnya yang menjadi harapan penting lagi adalah kesalehan, baik kesalehan ritual maupun kesalehan sosial yang menghendaki umat bisa menguasai IPTEK sekaligus tetap menjadi orang saleh.
Inilah jalan kebangkitan untuk menjawab kebutuhan hidup hari ini meskipun sudah ada penyediaan pendidikan, namun tetap memiliki kekurangan tersendiri dan itu bisa dilihat pada lulusannya yang telah memasuki sektor lapangan kerja. Kenyataan yang serba tanggung bahwa kebutuhan pengembangan SDM yang utuh dan lengkap seperti yang dikehendaki dengan keseimbangan pendidikan ilmu modern yang sesuai dengan zaman dan penguasaan ilmu-ilmu agama, siap dalam peradaban, rancangan pendidikan buat umat ini sebaiknya kita serahkan di tangan pemerintah, selain kita juga ikut berpartisipasi sebagai tanggung jawab bersama. Hal ini tergolong kebutuhan yang membutuhkan biaya yang seperti tadi bahwa ongkos pendidikan yang mahal, maka perlukah kegelisahan kita teruskan?

Comments