Budayakan Berdiskusi (Musyawarah Mufakat) Untuk Menghasilkan Kebijakan dan Sikap Dalam Tinjauan Suatu Kejadian Peristiwa

" Every case action and incident has a lesson, but not everyone see it"

Kenapa kita terlalu gampangnya mengadu - adu, melaporkan sesuatu peristiwa kejadian yg baik kita anggap menguntungkan dan merugikan pihak lain ke Aparat Hukum (Kepolisian) tanpa melalui proses mediator (mediasi) Musyawarah Untuk bermufakat.

Responsif aksi cepat tanggap menjadi kian heboh, di berbagai segi bidang aktivitas kegiatan, lagi - lagi apakah kita tak butuh lagi sebuah musyawarah dan mufakat?.

Kita begitu mudahnya membuat dan menyatakan bahkan menyetujui sesuatu itu salah dan buruk, justru kondisi ini meniadakan sebuah prosesi edukasi yg selayaknya di jalankan di suatu aturan manajemen demokrasi kenegaraan.

Bisa jadi salah satunya adalah perkembangan keterbukaan zaman yang serba instan,  sehingga kita mengkonsumsi tata aturan atau bahkan keilmuwan dengan sendirinya, kita tiadakan proses pematangan diskusi / diskursus yang lebih otentik lengkap dan multidisiplin (kaya dan matang) untuk menghasilkan suatu keputusan dan kebijakan terhadap sikap kita.

Saya teringat, daya seorang adik di kampus dulu di 2005 bernama Siti, kebetulan cerita punya cerita (artinya dari cerita kawan) si Siti mengalami depresi berat (linglung) jelas di karenakan syaraf pikiran di otak, salah satunya di karenakan terlalu banyak (overdosis) memngkonsumsi buka bacaan tentang filsafat, eksistensi ketuhanan bahkan tentang syeh Siti Djenar kabarnya yang sangat merobah sikap dan perilaku si Siti, buku - buku tersebut yang kemudian di konsumsi sendiri oleh si Siti, dengan dan tanpa meminta sumbangsih saran pemikiran atau pandangan dari pihak (kawan) lain, justru kita bilang di makan sendirian, tanpa ada tukar informasi, tukar pemikiran dan pemahaman, sama - sama menganalisa, sama - sama berbagi sudut pandang sehinngga dapat menetralisir (menyaring) sumber peristiwa yg di ceritakan di Buku - buku filsafat tersebut. Dengan arti kata, setelah membaca buku - buku tersebut, seharusnya seseorang melihat dan mendengarkan dulu sudut pandang orang lain yang juga pernah membacanya atau yang memahami bidang disiplin keilmuwan filsafat tersebut. Artinya maksud saya adalah Diskusi yang membawa kita pada tukar informasi dan memperkaya sudut pandang walaupun terkadang ada pembeda dari keilmuwan dan daya tangkap dari membaca buku yang sama. Namun hal ini menjadi penting, di karenakan setelah otak kita terisi penuh, kita membutuhkan sebuah media pelampiasan untuk menunpahkan isinya sebagian untuk di temukan diskursus sikap dan perilaku mana yang seharusnya kita buat. Setelah proses diskusi barulah kita yakini keilmuwan ini perlu di sebarkan dengan orang lain (lingkungan luar/sekeliling) yang menurut sudut pandang kita bisa menjadi bagian dari berbagi pembelajaran maupun berbagi wawasan pengetahuan yang menurut kitapun akan membawa ke kebaikan bersama. Artinya perlu kita menjalankan proses membaca sesuatu peristiwa setelah itu kemudian diakusikan dengan orang lain untuk mematangkan pembentukan sikap perilaku, menuliskan ke media yg lebih luas, anggaplah sedikit untuk berbagi (bukan tujuan jahat dan HOAX) dan barulah langkah dedikari yang terukur dalam rangka pengabdian yang membutuhkan community organizier dan development program sebagai langkah aksi bahwa kita telah setuju dan meyakini sesuatu hal yg sedari awal telah kita terima.

Kembali lagi pada pertanyaan di atas, kenapa kita saat ini begitu mudahnya, menganalisa sendiri, kemudian merespon dan bereaksi tanpa strategi yang matang (melaporkan tindakan2 tertentu sebagai pemahaman yakin benar) lantas kita tak ingin lagi menjalankan proses yang begitu panjang dan mengakhiri semua dengan solusi cepat tanggap tanpa berfikir jangka panjang akan seperti apa dampaknya nanti.

Yang jelas saya semakin khawatir dengan kondisi ideologi demokrasi, penerapan praktek demokrasi dan pancasila yang telah kita jalani ini ke mana arahnya?
Atau jangan - jangan nakhoda demokrasi dan pemegang mandat pancasila negara ini tahu betul mau di kemanakan arahnya?

…....................................................................

Meniadakan Proses Musyawarah Mufakat, walau lama proses ini, tidak sesuai dg zaman, bisa di cari dan temukan teknik yang efektif untuk menghasilkan lebih tepat bukanya hanya cepat!

Mengikis proses berdialog (berdikusi), sehingga tiba - tiba kita dapat menyimpulkan sendiri sikap dan perilaku kita!

Generasi kita sekarang terlibat pada kondisi yang serba instan, sehingga melupakan daya kelengkapan dasar - dasar keilmuwan, ideologi dan pendidikan. Misal : bermusik itu untuk apa dan tujuanya apa?

Note:
Jika terkesan agak lebar dan luas, perlu kesepahaman konstruksi tujuan tulisan saya, kita bisa diskusi.🙏🙏

Setiap tulisan saya tanpa ada maksud untuk mendikte dan mengajari, setiap isi dari tulisan ini adalah pemikiran yg sederhana dari saya dan harapan berbagi dan berniat baik (jika bermanfaat). Tanpa ada tujuan lain tulisan ini hanya untuk mengingatkan saya sendiri. 🙏🙏

Comments